Senin, 08 Desember 2014

MAKALAH KONSERVASI MANGROVE
DI DAERAH PANTAI TUBAN




Oleh:
NOER INDRIA CHRISWANTI
123654245
PENDIDIKAN SAINS / 2012





MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2013


KATA PENGANTAR

            Puji skyukur penulis panjatkan kehadirat Allh SWT, atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah Konservasi Mangrove di Daerah Pantai Tuban ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Interaksi Antar Makhluk Hidup.  Makalah ini membahas tentang konservasi mangrove yang ada di daerah pantai Tuban yang dikenal dengan nama MCT ( Mangrove Center Tuban ). Di dalamnya berisi konsep-konsep konservasi serta bagaimana kegiatan konservasi itu dilaksanakan.
              Penulis menyampaikan dan mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, mahasiswa, dan para pembaca yang lain. Namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para membaca sangat kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya.





                                                                                    Surabaya, 16 Oktober 2013

                  Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarian dan pengelolaannya. Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan atau penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi, pencegahan intrusi air laut, serta sebagai sumber pakan habitat biota laut.
Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
            Kota Tuban adalah salah satu kota pesisir di Jawa Timur. Tuban memiliki garis pantai yang cukup panjang di berbagai daerah kecamatan. Namun sangat sedikit pantai yang memiliki mangrove. Dengan fungsi mangrove yang sangat penting tersebut, maka sangatlah perlu di daerah pantai, Tuban khususnya dilakukan kegiatan konservasi mangrove untuk membudidayakan tumbuhan mangrove di daerah tersebut. Sehingga dapatlah dilakukan gerakan penanaman hutan mangrove di sepanjang pantai Tuban.

B.     RUMSAN MASALAH
            Dari uraian latar belakang di atas, penulis dapat membuat beberapa rumusan masalah antara lain:
1.      Apakah konservasi mangrove itu?
2.      Bagaimanakah pelaksanaan dan perkembangan konservasi mangrove di Tuban?

C.    TUJUAN
            Berdarkan latar belakang dan rumusan makalah, adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui arti konservasi mangrove
2.      Untuk mengetahui pelaksanaan dan perkembangan konservasi mangrove di Tuban


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    KONSEP-KONSEP KONSERVASI
            Secara umum konservasi alam dapat dibagi menjadi konservasi tanah dan konservasi air. Teknologi yang diterapkan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan didapat penggunaan dan produksi yang lestari pada sebidang tanah. Metode konservasi tanah dan air dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
a. Metode vegetatif
Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997). Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.
Metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air termasuk antara lain: penanaman penutup lahan (cover crop) berfungsi untuk menahan air hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah, menambah kesuburan tanah (sebagai pupuk hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan mempertahankan tingkat produktivitas tanah (Seloliman, 1997).
Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah, tetapi mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras. Cara penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.
Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat berbentuk mulsa atau pupuk hijau. Dengan mulsa maka daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas permukaan tanah, sedangkan dengan pupuk hijau maka sisa-sisa tanaman tersebut dibenamkan ke dalam tanah (Arsyad, 1989).
Syarat-syarat dari tanaman penutup tanah, antara lain:
1. Dapat berkembang dan daunnya banyak.
2. Tahan terhadap pangkasan.
3. Mudah diperbanyak dengan menggunakan biji.
4. Mampu menekan tanaman pengganggu.
5. Akarnya dapat mengikat tanah, bukan merupakan saingan tanaman pokok.
6. Tahan terhadap penyakit dan kekeringan.
7. Tidak berduri dan bersulur yang membelit.
Selain dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop), cara vegetatif lainnya adalah:
1.    Tanaman dengan lajur berselang-seling, pada kelerengan 6 – 10 % dengan tujuan:
Membagi lereng agar menjadi lebih pendek.
Dapat menghambat atau mengurangi laju aliran permukaan.
Menahan partikel-partikel tanah yang terbawa oleh aliran permukaan.
Tipe-tipe tanaman lajur berseling adalah:
• Countur strip cropping, adalah penanaman berselang berdasarkan garis kontur.
   Field strip cropping, digunakan untuk kelerengan yang tidak bergelombang dengan jalur dapat melewati garis kontur, tetapi tanaman tidak melewati garis kontur.
   Wind strip cropping, digunakan pada lahan yang datar atau kelerengan yang tidak tajam dengan jalur tanaman tegak lurus arah angin, sehingga kadang-kadang arah alur searah dengan kelerengan.
   Buffer strip cropping, adalah lajur tanaman yang diselingi dengan lajur rumput atau legume sebagai penyangga.
2.   Menanam secara kontur (Countur planting), dilakukan pada kelerengan 15 – 18 % dengan tujuan untuk memperbesar kesempatan meresapnya air sehingga run off berkurang.
3.   Pergiliran tanaman (crop rotation).
4.   Reboisasi atau penghijauan.
5.   Penanaman saluran pembuang dengan rumput dengan tujuan untuk melindungi saluran pembuang agar tidak rusak.

b. Metode mekanik
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi tanah dan air di antaranya pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering.
Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini.
Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.

c. Metode kimia
Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1989).
Penggunaan bahan-bahan pemantap tanah bagi lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang baru dibuka sesunggunya sangat diperlukan mengingat:
• Lahan-lahan bukaan baru kebanyakan masih merupakan tanah-tanah virgin yang memerlukan banyak perlakuan agar dapat didayagunakan dengan efektif.
Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak unsur-unsur hara yang terangkat.
Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap untuk kepentingan perkebunan, menyebabkan banyak terangkut atau rusaknya bagian top soil, mengingat pekerjaannya menggunakan peralatan-peralatan berat seperti traktor, bulldozer dan alat-alat berat lainnya.



B.     MACAM-MACAM KONSERVASI
            Dalam kegiatan konservasi, meliputi konservasi alam, tanah, dan air. Namun semuanya dapat masuk dalam kegiatan konservasi alam. Menurut undang-undang alam, konservasi alam di bedakan menjadi:
1.      Suaka Margasatwa
      Suaka margasatwa adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang hampir punah. Contoh : harimau, komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.
2.      Cagar Alam
      Pengertian cagar alam adalah suatu tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun binatang yang hidup di dalamnya yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan di masa kini dan masa mendatang. Contoh : cagar alam ujung kulon, cagar alam way kambas.
3.      Perlindungan Hutan
      Perlindungan hutan adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga dari kerusakan. Contoh : hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain sebagainya.
4.      Taman Nasional
      Taman nasional adalah perlindungan yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang meliputi sarana dan prasarana pariwisata di dalamnya. Taman nasional lorentz, taman nasional komodo, taman nasional gunung leuser, dll.
5.      Taman Laut
      Taman laut adalah suatu laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dsb. Contoh : Taman laut bunaken, taman laut taka bonerate, taman laut selat pantar, taman laut togean, dan banyak lagi contoh lainnya.
6.      Kebun Binatang / Kebun Raya
      Kebun raya atau kebun binatang yaitu adalah suatu perlindungan lokasi yang dijadikan sebagai tempat obyek penelitian atau objek wisata yang memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih hidup.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    KONSERVASI MANGROVE
            Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis yakni mangue dan bahasa Inggris grove. Adapun dalam bahasa bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu – individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Jadi secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ada beberapa istilah lain dari hutan mangrove :
Tidal Forest                 : Hutan pasang surut
Coastal Woodland      : Kebun kayu pesisir
Coastal Woodland      : Hutan banjir
Hutan Paya                 : Dilihat dari campuran airnya (asin dan tawar) atau dalam bahasa melayu disebut hutan paya
Hutan Bakau               : Sebenarnya bukan sebuah istilah yang tepat karena bakau adalah salah satu jenis dari mangrove, tetapi istilah ini telah berkembang secara umum di masyarakat. Hutan bakau / mangrove merupakan salah satu komunitas yang berperan penting dalam pengamanan pantai dari hempasan gelombang (overtopping). Sebagaimana diketahui, bakau merupakan tanaman khas untuk daerah estuaria (daerah percampuran antara air tawar dari aliran sungai dan laut).
            Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut.
            Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan.
            Selain itu, ekosistem mangrove juga memiliki 4 fungsi spesifik yaitu :
1. Kemampuannya mensuplai nutrien bagi perairan di sekitarnya. Serasah (daun kering) yang diproduksi oleh ekosistem mangrove mengandung 40% senyawa larut dalam air yang diubah menjadi biomassa bakteri kurang dari 8 jam setelah gugur ke perairan mangrove. Hal inilah yang membuat kawasan mangrove seing dikunjungi oleh beragam satwa untuk mendapatkan nutrisi.
2. Mangrove sebagai habitat burung air. Sebagai ekosistem yang kaya nutrisi, kawasan mangrove ramai dikunjungi beragam satwa burung. Tercatat sampai tahun 2003 ada 43 jenis burung air mengandalkan mangrove sebagai ekosistem yang menunjang kelestarian mereka. Kawasan pesisir Pantura Jatim menjadi kawasan transit bagi burung – burung yang melakukan migrasi dari belahan bumi utara menuju bumi selatan untuk menghindari musim dingin. Tercatat lebih dari 43 jenis burung air dan 25 jenis burung migran.
3. Keberadaan mangrove berperan penting dalam siklus hidup beberapa biota yang bernilai ekonomis seperti kepiting, udang, bandeng dan ikan laut lainnya. Hal ini dikarenakan pada musim bertelur dan memijahkan anaknya sebagian besar biota-biota itu bersiklus dikawasan pesisir yang bermangrove, baru setelah mereka dewasa akan kelaut lepas.
4. Selain itu beberapa jenis pohon mangrove seperti Pohon Bakau (Rhizophora mucronata) dan Pohon Api-api (Avicennia marina) memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar dan batang) logam berat pencemar. Sehingga keberadaan mangrove dapat berperan menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran logam berat. Selain 4 fungsi spesifik ini mangrove secara umum juga memiliki peran mengurangi abrasi atau erosi pantai, menghambat laju intrusi air laut, barrier bagi daratan terhadap angin laut, serta pengendali bagi vektor Malaria.
            Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya perikanan harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) menyarankan hanya 20% saja dari lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.

B.   KONSERVASI MANGROVE DI TUBAN
            Siapa sangka, dulu tanah pesisir yang terabrasi oleh keganasan ombak pantai utara hingga 80-100 meter ke daratan itu kini berubah menjadi hutan mini, sebuah kawasan hijau, teduh dan asri dengan beraneka macam pohon cemara dan pohon-pohon keras lainnya. Barangkali itulah yang tergambar saat melewati Mangrove Center Tuban (MCT) di jalur Tuban-Semarang 9 KM Desa Jenu RT.02 RW.01 Kecamatan Jenu, Tuban.
          Kawasan hijau yang berdiri diatas lahan seluas 56 hektar ini (MCT) tidak serta-merta berubah menjadi sebuah area yang sejuk dipandang seperti sekarang ini. Dulunya kawasan ini adalah pesisir pantai yang ditumbuhi dengan jutaan pohon kelapa. Tapi sayang, akibat dari tangan jahil manusia hewan yang bernama bajing, yaitu jenis hewan mamalia pengerat pemakan buah kelapa dari suku Sciuridae, ditembaki begitu membabi buta sebagai hewan buruan. Wal hasil bajing-bajing itu pun kian hari semakin habis, hingga puncaknya pada tahun 1979 terjadilah wabah yang sangat mengerikan, dimana semua pohon kelapa terserang wabah kwawung secara besar-besaran sampai tak satupun pohon kelapa itu tersisa. Padahal bila manusia mau belajar terhadap alam yang sudah menjadi takdir Tuhan, yang namanya kwawung tidak akan berani menyentuh kelapa yang sudah terkena air kencing dari bajing.
          Setahun setelahnya, tepatnya tahun 1980 pesisir pantai jenu terkena libasan ombak yang begitu dahsyat hingga terjadilah kerusakan tanah luar biasa hebat. Daya terjang ombak sampai ke daratan dan merusak infrastruktur di pinggir-pinggir jalan raya.
          Prihatin dengan semakin memburuknya keadaan itu menggerakkan nurani seorang H. Ali Mansyur sebagai warga asli Desa Jenu untuk melakukan rehabilitasi terhadap kerusakan saat itu. Berawal dari 1,2 hektar tanah di tepi pantai yang ia miliki, H. Ali berusaha menanami kembali tanahnya dengan beberapa pohon mangrove. Minimnya pengetahuan tentang lingkungan sempat membuat H. Ali kebingungan, darimana bibit pohon mangrove itu di dapatkan? Akhirnya berkat usahanya itu dia mendapatkan bibit pohon mangrove dari Ujung Pangkah Kulon, Gresik.
          Lahan 1,2 itu mulai ia garap sendiri, ia tanami pohon sendiri. Tak hanya mangrove, lebih dari itu telah berkembang ke pohon keras seperti pohon cemara udang dengan berbagai varitasnya. Bahkan H. Ali sampai-sampai kekurangan lahan. Maka, dibelilah lahan samping kanan-kiri untuk terus melakukan perluasan terhadap niatnya dalam menghijaukan pantai Jenu.
          Tahun 1997 hamparan pantai berpasir yang rusak berat itu telah berubah drastis menjadi sebuah hutan mini yang hijau nan indah. Kemudian di tahun 1998 saat krisis monter berlangsung hutan mangrove binaan H. Ali akhirnya mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa 50.000 bibit seharga 3.300 perbatang.
          Pesatnya perkembangan hutang mangrove sampai memancing rasa iri para tetangga H. Ali di sekitar Desa Jeu. Di tahun 2000 muncul para petani-petani baru yang juga ikut mengembangkan mangrove. Kurang lebih ada 12 kelompok tani. Kemudian dibentuklah sebuah komunitas baru yaitu sebuah komunitas yang sadar dan peduli akan lingkungan. Komunitas ini selanjutnya diberi nama “Forum Lingkungan Peduli Pesisir Pantai”.
            Hutan magrove saat itu tak hanya sebagai pusat tanaman mangrove dan tanaman-tanaman pesisir pantai. Hutan mangrove telah menjelma menjadi sebuah laboratorium alam pantai utara, obyek wisata yang mendidik,  tempat latihan kepemimpinan dan area perkemahan nasional. Para aktifis pendidikan yang memanfaatkan area ini banyak belajar tentang bagaimana proses pembibitan, penanaman, dan tentang konservasi lingkungan. Maka tepatnya tahun 2005 hutan mangrove diresmikan menjadi “Mangrove Center Tuban (MCT)”, dan semenjak saat itu MCT telah resmi menjadi Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) yang bersih dari singgungan parpol dan ormas tertentu. MCT sendiri saat ini mempunyai 52 tim pengelola yang sadar dan peduli terhadap lingkungan. Dari 52 orang tersebut Dibagi menjadi 14 bidang. Masing-masing bidang terdiri dari 4 orang.
            Banyaknya dorongan untuk melakukan pembibitan tanaman keras membuat H. Ali Mansyur mulai berpikir bagaimana kalau mangrove center memang tidak hanya sebagai bank benih mangrove dan cemara saja. Maka, mulailah dilakukan pembibitan pohon-pohon keras seperti mahoni, jati, trembesi, matoa, sengon, rambutan, duren, dan banyak jenis tanaman lainnya. Dan kini, nyaris tiap hari tak pernah sepi pembeli. Pesanan pun terus mengalir tiada henti. Ada yang dari Pasuruan, Malang, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Madura, Rembang, Gresik dan lain-lain. Dan sekarang ini luas MCT mencapai 56 hektar.
            Kenapa dipilih cemara laut ditanam sebagai garda depan yang lebih dekat dengan air? Belajar pada pengalaman tahun 2008, kedahsyatan ombak di laut jawa yang berlangsung selama sebulan lebih telah menghempaskan 105 hektar lahan mangrove di pesisir pantai Tuban. Hampir sepanjang pantai waktu itu lahan konservasi mangrove rusak berat dan terbawa arus air laut, sementara pohon cemara laut tetap kokoh berdiri dan hanya sedikit sekali yang mengalami kerusakan. Maka mengambil pelajaran dari semua peristiwa itu MCT secara besar-besaran membudidayakan cemara laut sebagai tanaman yang berfungsi menangkal abrasi pantai.


BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Hutan mangrove adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae dan tumbuhan Avicenia. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar).
Mangrove mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Hutan Bakau (mangrove) ikut terdegradasi. Mangrove dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya :
- Kayu bakar : arang, alkohol bahan bangunan (tiang-tiang, papan, pagar);
- Alat-alat penangkapan ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak).
- Tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan.
- Minuman dan obat-obatan (gula, alkohol, minyak sayur, cuka).
- Peralatan rumah tangga (mebel, lem, minyak untuk menata rambut).
- Pertanian (pupuk hijau).
- Chips untuk pabrik kertas dan lain-lain.
Secara biologi hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah berkembang biak (nursery ground), tempat memijah (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground) untuk berbagai organisme yang bernilai ekonomis khususnya ikan dan udang.
2.      Mangrove Center Tuban (MCT) ini sebenarnya berawal dari sebuah lembaga kecil pribadi. Adalah pak Ali Mansyur penggagasnya, pemilik dan pendiirinya. Diceritakan oleh Pak Ali, awalnya cuma berniat menanam mangrove saja, karena rusaknya pantai karena abrasi. Tapi dari tahun ke tahun, akhirnya tempat ini makin berkembang luas sampai akhirnya pada tahun 2000 terkumpul menjadi 12 kelompok tani, dan akhirnya didirikan menjadi LSM Forum Komunitas Peduli Pesisir Pantai Tuban. Hingga pada akhirnya LSM tersebut berkembang lebih luas lagi pada tahun 2005  dengan diresmikan menjadi Mangrove Center Tuban dengan bergerak di bidang perikanan, kehutanan, perternakan dan pendidikan lingkungan. Hingga pada tahun 2011 MCT dikembangkan dengan ditambahi bergerak di bidang tanaman koltikultura. Sampai saat ini konservasi mangrove ini pun tetap dikembangkan hingga kapanpun, seperti yang dituturkan oleh Bapak Ali.

B.     SARAN
          Pengembangan wilayah tetap memperhatikan batasan wilayah dengan fungsi lindung. Pengembalian funsi lindung menjadi fokus utama dalam menjaga daya dukung lingkungan agar tetap stabil. Strategi yang dilakukan adalah :
Konservasi tanah dan air pada kawasan khusus.
• Kerjasama antar wilayah kabupaten/kota dalam pengelolaan kawasan lindung.
• Pemberdayaan masyarakat di daerah pesisir 
• Rehabilitasi hutan mangrove daerah pesisir Tuban







DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2012. “Gerakan Bersih Pantai Penanaman”. (Online). infocsrtuban.com/gerakan-bersih-pantai-penanaman-1-000-bibit-mangrove/ diakses 2 Oktober 2013
Admin. 2012. “Mangrove Center Tuban ( MCT ) Laboratorium Alam Pantai Utara”.(Online). green.kompasiana.com/penghijauan/2012/03/08/mangrove-center-tuban-mct-laboratorium-alam-pantai-utara-445181.html diakses 2 Oktober 2013
Hidayat, Rahmad. 2013. “Macam-Macam Metode Konservasi”. (Online).  forester-untad.blogspot.com/2013/06/macam-macam-metode-konservasi.html diakses 2 Oktober 2013
Rusa. 2011. “Kenalan dengan Mangrove Center Tuban”. (Online). rusabawean.com/kenalan-dengan-mangrove-center-tuban.html diakses 2 Oktober 2013
Somad, Ahib M. 2011. “Hutan Mangrove”. (Online).  biologibae.blogspot.com/2011/01/makalah-mangrove.html diakses 8 Oktober 2013

















 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar