MAKALAH
KONSERVASI MANGROVE
DI
DAERAH PANTAI TUBAN
Oleh:
NOER INDRIA
CHRISWANTI
123654245
PENDIDIKAN SAINS
/ 2012
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
2013
KATA
PENGANTAR
Puji skyukur
penulis panjatkan kehadirat Allh SWT, atas segala limpahan rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah Konservasi Mangrove di Daerah Pantai Tuban ini
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi
tugas mata kuliah Interaksi Antar Makhluk Hidup. Makalah ini membahas tentang konservasi
mangrove yang ada di daerah pantai Tuban yang dikenal dengan nama MCT (
Mangrove Center Tuban ). Di dalamnya berisi konsep-konsep konservasi serta
bagaimana kegiatan konservasi itu dilaksanakan.
Penulis menyampaikan dan
mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, mahasiswa, dan para
pembaca yang lain. Namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari para membaca sangat kami harapkan
untuk perbaikan selanjutnya.
Surabaya,
16 Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Hutan
mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas,
terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau
pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial.
Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat
rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan,
melestarian dan pengelolaannya. Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian
masyarakat pantai, karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang
berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai
habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di
laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi
sebagai wahana hutan wisata dan atau penyangga perlindungan wilayah pesisir dan
pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi, pencegahan intrusi air laut,
serta sebagai sumber pakan habitat biota laut.
Wilayah
pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah
interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki
sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta
jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut
menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung
atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan
sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan,
kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Kota Tuban
adalah salah satu kota pesisir di Jawa Timur. Tuban memiliki garis pantai yang
cukup panjang di berbagai daerah kecamatan. Namun sangat sedikit pantai yang
memiliki mangrove. Dengan fungsi mangrove yang sangat penting tersebut, maka
sangatlah perlu di daerah pantai, Tuban khususnya dilakukan kegiatan konservasi
mangrove untuk membudidayakan tumbuhan mangrove di daerah tersebut. Sehingga
dapatlah dilakukan gerakan penanaman hutan mangrove di sepanjang pantai Tuban.
B.
RUMSAN
MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas,
penulis dapat membuat beberapa rumusan masalah antara lain:
1.
Apakah konservasi mangrove itu?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan dan
perkembangan konservasi mangrove di Tuban?
C. TUJUAN
Berdarkan
latar belakang dan rumusan makalah, adapun tujuan disusunnya makalah ini
adalah:
1.
Untuk mengetahui arti konservasi
mangrove
2.
Untuk mengetahui pelaksanaan dan
perkembangan konservasi mangrove di Tuban
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
KONSEP-KONSEP
KONSERVASI
Secara umum konservasi alam dapat
dibagi menjadi konservasi tanah dan konservasi air. Teknologi
yang diterapkan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan
didapat penggunaan dan produksi yang lestari pada sebidang tanah. Metode
konservasi tanah dan air dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
a. Metode
vegetatif
Metode
vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman
sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997). Tanaman penutup tanah ini selain
untuk mencegah atau mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki
struktur tanah, menambahkan bahan organik tanah, mencegah proses pencucian
unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.
Metode
vegetatif untuk konservasi tanah dan air termasuk antara lain: penanaman
penutup lahan (cover crop) berfungsi untuk menahan air hujan agar tidak
langsung mengenai permukaan tanah, menambah kesuburan tanah (sebagai pupuk
hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan mempertahankan tingkat
produktivitas tanah (Seloliman, 1997).
Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah, tetapi mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras. Cara penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.
Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah, tetapi mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras. Cara penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.
Penggunaan
sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat berbentuk mulsa atau pupuk hijau.
Dengan mulsa maka daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas permukaan tanah,
sedangkan dengan pupuk hijau maka sisa-sisa tanaman tersebut dibenamkan ke
dalam tanah (Arsyad, 1989).
Syarat-syarat
dari tanaman penutup tanah, antara lain:
1. Dapat
berkembang dan daunnya banyak.
2. Tahan
terhadap pangkasan.
3. Mudah
diperbanyak dengan menggunakan biji.
4. Mampu
menekan tanaman pengganggu.
5. Akarnya
dapat mengikat tanah, bukan merupakan saingan tanaman pokok.
6. Tahan
terhadap penyakit dan kekeringan.
7. Tidak
berduri dan bersulur yang membelit.
Selain
dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop), cara vegetatif lainnya
adalah:
1.
Tanaman dengan lajur berselang-seling, pada kelerengan
6 – 10 % dengan tujuan:
• Membagi
lereng agar menjadi lebih pendek.
• Dapat
menghambat atau mengurangi laju aliran permukaan.
• Menahan
partikel-partikel tanah yang terbawa oleh aliran permukaan.
Tipe-tipe tanaman lajur berseling
adalah:
• Countur
strip cropping, adalah penanaman berselang berdasarkan garis kontur.
• Field strip
cropping, digunakan untuk kelerengan yang tidak bergelombang dengan jalur dapat
melewati garis kontur, tetapi tanaman tidak melewati garis kontur.
• Wind strip
cropping, digunakan pada lahan yang datar atau kelerengan yang tidak tajam
dengan jalur tanaman tegak lurus arah angin, sehingga kadang-kadang arah alur
searah dengan kelerengan.
• Buffer strip
cropping, adalah lajur tanaman yang diselingi dengan lajur rumput atau legume
sebagai penyangga.
2.
Menanam secara kontur (Countur planting), dilakukan
pada kelerengan 15 – 18 % dengan tujuan untuk memperbesar kesempatan meresapnya
air sehingga run off berkurang.
3.
Pergiliran tanaman (crop rotation).
4.
Reboisasi atau penghijauan.
5.
Penanaman saluran pembuang dengan rumput dengan tujuan
untuk melindungi saluran pembuang agar tidak rusak.
b. Metode mekanik
Cara mekanik adalah cara pengelolaan
lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan
batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran
air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air
permukaan (Seloliman, 1997).
Termasuk dalam metode mekanik untuk
konservasi tanah dan air di antaranya pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah
setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan
keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah
adalah menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik,
membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara
teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi
banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis
tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang
ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta
melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak
merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur
adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan)
mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah
yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat
aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi
di daerah kering.
Keuntungan utama pengolahan tanah
menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang
memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu,
pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif
untuk konservasi ini.
Pembuatan terras adalah untuk
mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi
kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air
yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut
Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan
menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan
memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.
c. Metode kimia
Kemantapan struktur tanah merupakan
salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan
pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal
memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah.
Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba
tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga
memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad,
1989).
Penggunaan bahan-bahan pemantap
tanah bagi lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang baru dibuka sesunggunya
sangat diperlukan mengingat:
• Lahan-lahan bukaan baru kebanyakan masih merupakan tanah-tanah virgin
yang memerlukan banyak perlakuan agar dapat didayagunakan dengan efektif.
• Pada waktu
penyiapan lahan tersebut telah banyak unsur-unsur hara yang terangkat.
• Pengerjaan
lahan tersebut menjadi lahan yang siap untuk kepentingan perkebunan,
menyebabkan banyak terangkut atau rusaknya bagian top soil, mengingat
pekerjaannya menggunakan peralatan-peralatan berat seperti traktor, bulldozer
dan alat-alat berat lainnya.
B. MACAM-MACAM KONSERVASI
Dalam kegiatan konservasi, meliputi
konservasi alam, tanah, dan air. Namun semuanya dapat masuk dalam kegiatan
konservasi alam. Menurut undang-undang alam, konservasi alam di bedakan
menjadi:
1.
Suaka Margasatwa
Suaka margasatwa adalah suatu perlindungan
yang diberikan kepada hewan/binatang yang hampir punah. Contoh : harimau,
komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.
2.
Cagar Alam
Pengertian cagar alam adalah suatu tempat
yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun binatang yang hidup di dalamnya
yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan di masa kini dan masa
mendatang. Contoh : cagar alam ujung kulon, cagar alam way kambas.
3.
Perlindungan
Hutan
Perlindungan hutan adalah suatu
perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga dari kerusakan.
Contoh : hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain sebagainya.
4.
Taman Nasional
Taman nasional adalah perlindungan yang
diberikan kepada suatu daerah yang luas yang meliputi sarana dan prasarana
pariwisata di dalamnya. Taman nasional lorentz, taman nasional komodo, taman
nasional gunung leuser, dll.
5.
Taman Laut
Taman laut adalah suatu laut yang
dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk melindungi
kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dsb.
Contoh : Taman laut bunaken, taman laut taka bonerate, taman laut selat pantar,
taman laut togean, dan banyak lagi contoh lainnya.
6.
Kebun Binatang /
Kebun Raya
Kebun raya atau kebun binatang yaitu
adalah suatu perlindungan lokasi yang dijadikan sebagai tempat obyek penelitian
atau objek wisata yang memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih hidup.
BAB III
PEMBAHASAN
A. KONSERVASI MANGROVE
Kata mangrove merupakan kombinasi
antara bahasa Portugis yakni mangue dan bahasa Inggris grove. Adapun dalam
bahasa bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu – individu
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa
Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan,
sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Jadi secara
ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh
di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara
sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ada beberapa istilah lain
dari hutan mangrove :
Tidal
Forest : Hutan pasang
surut
Coastal
Woodland : Kebun kayu pesisir
Coastal
Woodland : Hutan banjir
Hutan
Paya : Dilihat dari
campuran airnya (asin dan tawar) atau dalam bahasa melayu disebut hutan paya
Hutan
Bakau : Sebenarnya bukan
sebuah istilah yang tepat karena bakau adalah salah satu jenis dari mangrove,
tetapi istilah ini telah berkembang secara umum di masyarakat. Hutan bakau / mangrove
merupakan salah satu komunitas yang berperan penting dalam pengamanan pantai
dari hempasan gelombang (overtopping). Sebagaimana diketahui, bakau merupakan
tanaman khas untuk daerah estuaria (daerah percampuran antara air tawar dari
aliran sungai dan laut).
Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin
sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun
endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan
demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya,
karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut.
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu
untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan
tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai
perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih
ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber
keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera,
kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis
mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok,
papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan.
Selain itu, ekosistem
mangrove juga memiliki 4 fungsi spesifik yaitu :
1. Kemampuannya mensuplai nutrien bagi perairan di
sekitarnya. Serasah (daun kering) yang diproduksi oleh ekosistem mangrove
mengandung 40% senyawa larut dalam air yang diubah menjadi biomassa bakteri
kurang dari 8 jam setelah gugur ke perairan mangrove. Hal inilah yang membuat
kawasan mangrove seing dikunjungi oleh beragam satwa untuk mendapatkan nutrisi.
2. Mangrove sebagai habitat burung air. Sebagai
ekosistem yang kaya nutrisi, kawasan mangrove ramai dikunjungi beragam satwa
burung. Tercatat sampai tahun 2003 ada 43 jenis burung air mengandalkan
mangrove sebagai ekosistem yang menunjang kelestarian mereka. Kawasan pesisir
Pantura Jatim menjadi kawasan transit bagi burung – burung yang melakukan
migrasi dari belahan bumi utara menuju bumi selatan untuk menghindari musim
dingin. Tercatat lebih dari 43 jenis burung air dan 25 jenis burung migran.
3. Keberadaan mangrove berperan penting dalam siklus
hidup beberapa biota yang bernilai ekonomis seperti kepiting, udang, bandeng
dan ikan laut lainnya. Hal ini dikarenakan pada musim bertelur dan memijahkan
anaknya sebagian besar biota-biota itu bersiklus dikawasan pesisir yang
bermangrove, baru setelah mereka dewasa akan kelaut lepas.
4. Selain itu beberapa jenis pohon mangrove seperti
Pohon Bakau (Rhizophora mucronata) dan Pohon Api-api (Avicennia marina)
memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ
daun, akar dan batang) logam berat pencemar. Sehingga keberadaan mangrove dapat
berperan menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran logam berat. Selain 4
fungsi spesifik ini mangrove secara umum juga memiliki peran mengurangi abrasi
atau erosi pantai, menghambat laju intrusi air laut, barrier bagi daratan
terhadap angin laut, serta pengendali bagi vektor Malaria.
Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan
pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan
penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman
mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid,
kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar
mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya
dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti
bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting.
Karena keberadaan mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya
perikanan harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) menyarankan hanya 20% saja
dari lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.
B.
KONSERVASI MANGROVE DI TUBAN
Siapa sangka, dulu
tanah pesisir yang terabrasi oleh keganasan ombak pantai utara hingga 80-100
meter ke daratan itu kini berubah menjadi hutan mini, sebuah kawasan hijau,
teduh dan asri dengan beraneka macam pohon cemara dan pohon-pohon keras
lainnya. Barangkali itulah yang tergambar saat melewati Mangrove Center Tuban
(MCT) di jalur Tuban-Semarang 9 KM Desa Jenu RT.02 RW.01 Kecamatan Jenu, Tuban.
Kawasan hijau yang berdiri diatas lahan seluas 56
hektar ini (MCT) tidak serta-merta berubah menjadi sebuah area yang sejuk
dipandang seperti sekarang ini. Dulunya kawasan ini adalah pesisir pantai yang
ditumbuhi dengan jutaan pohon kelapa. Tapi sayang, akibat dari tangan jahil
manusia hewan yang bernama bajing, yaitu jenis hewan mamalia pengerat
pemakan buah kelapa dari suku Sciuridae, ditembaki begitu membabi buta sebagai hewan
buruan. Wal hasil bajing-bajing itu pun kian hari semakin habis, hingga
puncaknya pada tahun 1979 terjadilah wabah yang sangat mengerikan, dimana semua
pohon kelapa terserang wabah kwawung secara besar-besaran sampai tak satupun
pohon kelapa itu tersisa. Padahal bila manusia mau belajar terhadap alam yang
sudah menjadi takdir Tuhan, yang namanya kwawung tidak akan berani menyentuh
kelapa yang sudah terkena air kencing dari bajing.
Setahun setelahnya, tepatnya tahun 1980 pesisir
pantai jenu terkena libasan ombak yang begitu dahsyat hingga terjadilah
kerusakan tanah luar biasa hebat. Daya terjang ombak sampai ke daratan dan
merusak infrastruktur di pinggir-pinggir jalan raya.
Prihatin dengan semakin memburuknya keadaan itu
menggerakkan nurani seorang H. Ali Mansyur sebagai warga asli Desa Jenu untuk
melakukan rehabilitasi terhadap kerusakan saat itu. Berawal dari 1,2 hektar
tanah di tepi pantai yang ia miliki, H. Ali berusaha menanami kembali tanahnya
dengan beberapa pohon mangrove. Minimnya pengetahuan tentang lingkungan sempat
membuat H. Ali kebingungan, darimana bibit pohon mangrove itu di dapatkan? Akhirnya
berkat usahanya itu dia mendapatkan bibit pohon mangrove dari Ujung Pangkah
Kulon, Gresik.
Lahan 1,2 itu mulai ia garap sendiri, ia tanami
pohon sendiri. Tak hanya mangrove, lebih dari itu telah berkembang ke pohon
keras seperti pohon cemara udang dengan berbagai varitasnya. Bahkan H. Ali
sampai-sampai kekurangan lahan. Maka, dibelilah lahan samping kanan-kiri untuk
terus melakukan perluasan terhadap niatnya dalam menghijaukan pantai Jenu.
Tahun 1997 hamparan pantai berpasir yang rusak berat
itu telah berubah drastis menjadi sebuah hutan mini yang hijau nan indah.
Kemudian di tahun 1998 saat krisis monter berlangsung hutan mangrove binaan H.
Ali akhirnya mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa 50.000 bibit seharga
3.300 perbatang.
Pesatnya perkembangan hutang mangrove sampai
memancing rasa iri para tetangga H. Ali di sekitar Desa Jeu. Di tahun 2000
muncul para petani-petani baru yang juga ikut mengembangkan mangrove. Kurang
lebih ada 12 kelompok tani. Kemudian dibentuklah sebuah komunitas baru yaitu
sebuah komunitas yang sadar dan peduli akan lingkungan. Komunitas ini
selanjutnya diberi nama “Forum Lingkungan Peduli Pesisir Pantai”.
Hutan magrove saat itu tak hanya
sebagai pusat tanaman mangrove dan tanaman-tanaman pesisir pantai. Hutan
mangrove telah menjelma menjadi sebuah laboratorium alam pantai utara, obyek
wisata yang mendidik, tempat latihan kepemimpinan dan area perkemahan
nasional. Para aktifis pendidikan yang memanfaatkan area ini banyak belajar
tentang bagaimana proses pembibitan, penanaman, dan tentang konservasi
lingkungan. Maka tepatnya tahun 2005 hutan mangrove diresmikan menjadi
“Mangrove Center Tuban (MCT)”, dan semenjak saat itu MCT telah resmi menjadi
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) yang bersih dari singgungan parpol dan
ormas tertentu. MCT sendiri saat ini mempunyai 52 tim pengelola yang sadar dan
peduli terhadap lingkungan. Dari 52 orang tersebut Dibagi menjadi 14 bidang.
Masing-masing bidang terdiri dari 4 orang.
Banyaknya dorongan untuk melakukan
pembibitan tanaman keras membuat H. Ali Mansyur mulai berpikir bagaimana kalau
mangrove center memang tidak hanya sebagai bank benih mangrove dan cemara saja.
Maka, mulailah dilakukan pembibitan pohon-pohon keras seperti mahoni, jati,
trembesi, matoa, sengon, rambutan, duren, dan banyak jenis tanaman lainnya. Dan
kini, nyaris tiap hari tak pernah sepi pembeli. Pesanan pun terus mengalir
tiada henti. Ada yang dari Pasuruan, Malang, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Madura,
Rembang, Gresik dan lain-lain. Dan sekarang ini luas MCT mencapai 56 hektar.
Kenapa dipilih cemara laut ditanam
sebagai garda depan yang lebih dekat dengan air? Belajar pada pengalaman tahun
2008, kedahsyatan ombak di laut jawa yang berlangsung selama sebulan lebih
telah menghempaskan 105 hektar lahan mangrove di pesisir pantai Tuban. Hampir
sepanjang pantai waktu itu lahan konservasi mangrove rusak berat dan terbawa
arus air laut, sementara pohon cemara laut tetap kokoh berdiri dan hanya
sedikit sekali yang mengalami kerusakan. Maka mengambil pelajaran dari semua peristiwa
itu MCT secara besar-besaran membudidayakan cemara laut sebagai tanaman yang
berfungsi menangkal abrasi pantai.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Hutan mangrove
adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae dan
tumbuhan Avicenia. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar
tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang
meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon
(vivipar).
Mangrove
mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam
mendukung pembangunan wilayah pesisir. Hutan Bakau (mangrove) ikut
terdegradasi. Mangrove dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat,
misalnya :
- Kayu bakar : arang, alkohol bahan bangunan (tiang-tiang, papan, pagar);
- Alat-alat penangkapan ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak).
- Tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan.
- Minuman dan obat-obatan (gula, alkohol, minyak sayur, cuka).
- Peralatan rumah tangga (mebel, lem, minyak untuk menata rambut).
- Pertanian (pupuk hijau).
- Chips untuk pabrik kertas dan lain-lain.
- Kayu bakar : arang, alkohol bahan bangunan (tiang-tiang, papan, pagar);
- Alat-alat penangkapan ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak).
- Tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan.
- Minuman dan obat-obatan (gula, alkohol, minyak sayur, cuka).
- Peralatan rumah tangga (mebel, lem, minyak untuk menata rambut).
- Pertanian (pupuk hijau).
- Chips untuk pabrik kertas dan lain-lain.
Secara biologi
hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah berkembang biak (nursery
ground), tempat memijah (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground)
untuk berbagai organisme yang
bernilai ekonomis khususnya ikan dan udang.
2.
Mangrove Center Tuban (MCT) ini
sebenarnya berawal dari sebuah lembaga kecil pribadi. Adalah pak Ali Mansyur
penggagasnya, pemilik dan pendiirinya. Diceritakan oleh Pak Ali, awalnya cuma
berniat menanam mangrove saja, karena rusaknya pantai karena abrasi. Tapi dari
tahun ke tahun, akhirnya tempat ini makin berkembang luas sampai akhirnya pada
tahun 2000 terkumpul menjadi 12 kelompok tani, dan akhirnya didirikan menjadi
LSM Forum Komunitas Peduli Pesisir Pantai Tuban. Hingga pada akhirnya LSM
tersebut berkembang lebih luas lagi pada tahun 2005 dengan diresmikan
menjadi Mangrove Center Tuban dengan bergerak di bidang perikanan, kehutanan,
perternakan dan pendidikan lingkungan. Hingga pada tahun 2011 MCT dikembangkan
dengan ditambahi bergerak di bidang tanaman koltikultura. Sampai saat ini
konservasi mangrove ini pun tetap dikembangkan hingga kapanpun, seperti yang
dituturkan oleh Bapak Ali.
B.
SARAN
Pengembangan wilayah tetap
memperhatikan batasan wilayah dengan fungsi lindung.
Pengembalian funsi lindung menjadi fokus utama dalam menjaga daya dukung
lingkungan agar tetap stabil. Strategi yang dilakukan adalah :
• Konservasi tanah dan air pada
kawasan khusus.
• Kerjasama antar wilayah kabupaten/kota dalam
pengelolaan kawasan lindung.
• Pemberdayaan masyarakat di daerah pesisir
• Rehabilitasi hutan mangrove daerah pesisir Tuban
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2012. “Gerakan Bersih Pantai Penanaman”.
(Online). infocsrtuban.com/gerakan-bersih-pantai-penanaman-1-000-bibit-mangrove/ diakses 2 Oktober 2013
Admin. 2011. “Metode
Konservasi Tanah dan Air”. (Online). kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/metode-konservasi-tanah-dan-air.html
diakses 2 Oktober 2013
Admin. 2012. “Mangrove Center Tuban ( MCT )
Laboratorium Alam Pantai Utara”.(Online). green.kompasiana.com/penghijauan/2012/03/08/mangrove-center-tuban-mct-laboratorium-alam-pantai-utara-445181.html
diakses 2 Oktober 2013
Hidayat, Rahmad. 2013. “Macam-Macam Metode
Konservasi”. (Online). forester-untad.blogspot.com/2013/06/macam-macam-metode-konservasi.html diakses 2 Oktober 2013
Rusa. 2011. “Kenalan
dengan Mangrove Center Tuban”. (Online). rusabawean.com/kenalan-dengan-mangrove-center-tuban.html diakses 2 Oktober 2013
Somad, Ahib M.
2011. “Hutan Mangrove”. (Online). biologibae.blogspot.com/2011/01/makalah-mangrove.html
diakses 8 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar